PENGERTIAN
DISOLUSI
Disolusi didefinisikan sebagai
proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu
larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut.
Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut.
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat
berbagai proses. Disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik
sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam
sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan,
merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi kerakteristik disolusi obat
dari sediaan.
KECEPATAN
PELARUTAN
Secara sederhana kecepatan pelarutan
didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam
medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga diartikan sebagai kecepatan
larutan bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel
sebagai hasil pecahannya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan
dengan cairan medium. Dalam hal tablet biasanya diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan
obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet kedalam medium
penerima.
TEORI DISOLUSI
Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme
disolusi, kadang-kadang digunakan salah satu model atau gabungan dari beberapa
model antara lain adalah:
† Model
Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)
Model ini pertama kali diusulkan
oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat terdapat satu lapisan tipis cairan
dengan ketebalan ℓ, merupakan komponen kecepatan negatif dengan arah yang
berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada permukaan padat – cair
berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar muka liquid film – bulk film, pencampuran secara cepat akan terjadi dan
gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh
difusi gerakan Brown dari molekul dalam liquid film.
† Model
Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier Model)
Model ini menggambarkan reaksi yang
terjadi pada permukaan padat dan dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan
tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan padatan –
larutan, dan hal ini harus dijadikan pegangan dalam membahas model ini. Proses
pada antar muka padat – cair sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari
proses transpor. Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi melewati
lapisan tipis statis (stagnant).
† Model
Dankwert (Dankwert Model)
Model ini beranggapan bahwa
transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi melalui cara paket makroskopik
pelarut mencapai antar muka – cair karena terjadi pusaran difusi secara acak.
Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan. Selama berada pada antar muka,
paket mampu mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan kemudian
digantikan oleh paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi pada permukaan padat
terjadi segera, prosex pembaharuan permukaan tersebut terkait dengan kecepatan
transpor solut ataudengan kata lain disolusi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISOLUSI
Kecepatan disolusi suatu zat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah:
†
Suhu
Semakin
tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat endotermik
serta akan memperbesar harga koefisien zat tersebut.
†
Viskositas
Turunnya
viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar kelarutan suatu zat.
†
PH
pH sangat mempengaruhi kelarutan
zat-zat yang bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan
lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih
mudah larut jika berada pada suasana basa.
†
Ukuran
Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka
luas permukaan zat tersebut akan semakin meningkat sehingga akan mempercepat
kelarutan suatu zat.
†
Polimorfisme
dan Sifat Permukaan Zat
Polimorfisme dan sifat permukaan
zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya polimorfisme seperti
struktur internal zat yang berlainan, akan mempengaruhi kelarutan zat tersebut
dimana kristal metastabil akan lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya. Dengan
adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang hidrofob, akan menyebabkan
tegangan permukaan antar partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan
lebih mudah larut.
Selain faktor-faktor tersebut adan juga faktor-faktor
yang mempengaruhi laju disolusi obat secara in vitro antara lain adalah:
† Sifat Fisika Kimia Obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika
disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran
partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan
solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk
garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa
bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika
pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat
bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih
stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih
mudah terdisolusi daripada bentuk Kristal.
† Faktor Formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan
obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan
muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi
secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat
hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat
dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks
dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk
kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat
terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat
yang diabsorpsi.
† Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan
menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan
mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan
medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain
itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel
juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.
METODE PENGUJIAN DISOLUSI
Untuk
mengetahui kecepatan pelarutan suatu zat atau sediaan dapat dilakukan uji
disolusi dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
† Metode
Klasik
Metode
ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang
kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan
metode ini hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar
titik tersebut tidak diketahui.
Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.
† Metode
Khan
Metode ini kemudian dikenal dengan
konsep dissolution efficiency (DE)area di bawah kurva disolusi di antara
titik waktu yang ditentukan. Dirumuskan dengan persamaan sebagi berikut :
DE = 0t ∫Y dt x 100%
Y100.t
Beberapa peneliti
mensyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat yang terlarut. Keuntungan metode ini adalah :
¤ Dapat menggambarkan
seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan harga DE
¤ Dapat menggambarkan
hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena penggambaran dengan cara
DE ini mirip dengan cara penggambaran pecobaan in vivo
† Metode Wagner
Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan pelarutan (k) dengan berdasarkan pada asumsi bahwa kondisi percobaan dalam keadaan sink, proses pelarutan mengikuti orde satu, luas permukaan spesifik turun secara eksponensial terhadap waktu.
Metode Wagner dapat diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut
Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan pelarutan (k) dengan berdasarkan pada asumsi bahwa kondisi percobaan dalam keadaan sink, proses pelarutan mengikuti orde satu, luas permukaan spesifik turun secara eksponensial terhadap waktu.
Metode Wagner dapat diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut
ln 100 ( W~ - W ) =
A – ( k.t )
† Jumlah zat aktif yang melarut pada
waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam waktu 30 menit zat aktif yang melarut
sebanyak x mg atau x mg/ml.
ALAT UJI DISOLUSI
Pengujian
disolusi hampir di semua negara telah mengikuti kriteria dan peralatan yang
sama. Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam
masing-masing Farmakope, seperti kecepatan pengadukan, komposisi volume media
dan ukuran mesh dapat bervariasi untuk monografi individu obat dan
masing-masing Farmakope.
Cara pertama yang diuraikan dalam
Farmakope Indonesia adalah cara keranjang yang menggunakan pengaduk jenis
keranjang dan cara yang kedua adalah cara dayung yang menggunakan pengaduk
berbentuk dayung. Dalam Farmakope Indonesia kedua cara ini dikenal dengan cara
keranjang dan dayung.
TEKNIK MENINGKATKAN KECEPATAN DISOLUSI
Peningkatan bioavailabilitas suatu
zat aktif dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan peningkatan
disolusi/kelarutan zat aktif. Terdapat bermacam-macam teknik untuk peningkatan
kelarutan. Pemilihan tehnik yang tepat harus mempertimbangkan banyak faktor
seperti sifat fisika-kimia bahan obat/zat aktif, stabilitas / shelf – life, kemudahan dalam pemprosesan/penanganan,
serta besarnya kelarutan yang diinginkankan. sejumlah teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan Kecepatan disolusi/kelarutan dari suatu obat,
diantaranya:
† Pendekatan Pro-drug (Pro-drug
approach)
† Sintesis bentuk garam (Salt synthesis)
† Pengecilan ukuran partikel (Particle size reduction)
† Pembentukan komplek (Complexation)
† Perubahan bentuk fisik (Change in physical form)
† Dispersi padat (Solid
dispersions)
† Pengeringan semprot (Spray dryng)
† Hot-melt extrusion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar