Sabtu, 11 Februari 2012

Asiodosis Metabolik


Definisi
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.

Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidosis metabolik:
§ Gagal ginjal
§ Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
§ Ketoasidosis diabetikum
§ Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
§ Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
§ Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.

Jumat, 03 Februari 2012

Enzim


          Enzim merupakan katalisator protein yang mengatur kecepatan berlangsungnya berbagai proses fisiologik. Sebagai konsekuaensinya, cacat pada fungsi enzim sering menyebabkan penyakit. Enzim yang mengkatalisis reaksi melibatkan pemindahan gugus, isomerisasi, oksido-reduksi, atau sintesis ikatan kovalen memerlukan kosubstrat yang dikenal sebagai koezim. Mengingat banyaknya koenzim yang merupakan derivate vitamin B, defisiensi vitamin dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan pada fungsi enzim, dan dengan demikian, akan mengganggu hemostasis. Banyak koenzim juga mengandung nukleotida AMP. Sebagian besar enzim bersifat sangat spesifik terhadap substratnya, koenzim serta tipe reaksi yang dikatalisisnya. Meskipun demikian, beberapa enzim protease juga memecah ester. Bagi enzim yang bekerja pada substrat berbobot molekul rendah, senyawa yang analog dengan substrat dapat pula ikut bereaksi, tetapi umumnya dengan kecepatan yang lebih rendah.
       Pengukuran aktivitas enzim merupakan hal sentral bagi penentuan kuantitas enzim dalam riset atau laboratorium klinik. Akivitas enzim dehidrogenase yang bergantung NAD(P) diperiksa secara spektrofotometris dengan mengukur perubahan absorbs pada 340 nm yang menyertai oksidasi atau reduksi NAD(P)/NAD(P)H. Perangkaian enzim lain pada dehidrogenase dapat memperlancar analisisnya. Untuk penyelidikan struktur, mekanisme kerja, dan pengaturan aktivitasnya, enzim harus dimurnikan hingga mencapai homogenitas sekitar 95 %. Teknik pemurnian enzim mencangkup presipitasi selektif dengan pelarut garam atau organic atau kromatografi pada penyangga pertukaran ion, filtrasi gel, afinitas substrat, ligand zat warna, atau interaksi hidrofobik. Kemampuan memanfaatkan teknik rekombinan DNA untuk mengekspresikan enzim dalam tubuh hospes yang dipilih telah membawa revolusi dalam teknik pemurnian enzim dengan menghasilkan enzim dalam jumlah besar yang dalam sebagian besar keadaan, mudah dimurnikan hingga mencapai hemogenitas. Kemajuan pemurnian dinilai dengan mengukur peningkatan aktivitas spesifik suatu enzim (aktivitas per unit massa) dan homogenitas akhir lewat elektroforesis gel polikrilamida (PAGE). Penentuan lokasi enzim intrasel yang tepat disimpulkan lewat teknik histokimia dan fraksionasi sel, yang dirangkaikan dengan analisis enzimatik terhadap sayatan jaringan atau fraksi homogenate sel. Isozim, bentuk yang secara fisik berbeda tetapi dengan aktivitas katalitik enzim yang sama, terdapat dalam semua bentuk kehidupan atau jaringan. Pola isozim yang berbeda pada enzim nonfungsional di dalam serum menunjukkan kerusakan pada jaringan tertentu manusia, dan memberikan informasi diagnostik serta prognostik yang berharga. Akhirnya, kemampuan enzim restriksi endonuklease mendeteksi perubahan yang sangat kecil pada struktur gen telah memungkinkan dokter mendiagnosis penyakit genetik akibat mutasi yang menghasilkan enzim yang cacat atau enzim nonfungsional.

Kamis, 02 Februari 2012

Suspensi


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam halus dan tidak larut, yang terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila di kocok perlahan-lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di kocok dan di tuang.
Suspensi terbagi atas beberapa jenis antara lain suspensi oral, suspensi topikal, suspensi tetes telinga, suspensi optalmik, suspensi untuk injeksi, dan suspensi untuk injeksi kontinyu. Suspensi oral merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral. Suspensi topikal merupakan sediaan cair mengandung partikel padat terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Suspensi tetes telinga sediaan cair mengandung partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata. Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal. Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Suatu sediaan suspensi memiliki komposisi antara lain zat aktif, bahan terdispersi, zat pensuspensi, dan pendispersi. Zat aktif adalah zat yang dapat memberikan efek terapeutik. Bahan terdispersi adalah bahan cair yang tidak larut maupun bercampur dengan cairan dari fase pendispersi. Zat pensuspensi adalah bahan yang digunakan untuk memperlambat penggumpalan sehingga keseragaman dosis dapat diukur untuk mencegah terjadinya kekerasan dan zat pengembang. Sedangkan pendispersi adalah bahan padat yang tidak larut dalam medium dispersi.
Pada pembuatan suspensi terdapat 2 metode pembuatan yaitu metode dispersi dan metode pengendapan. Metode dispersi digunakan untuk pembuatan suspensi, pembawa harus diformulasi hingga fase padat dengan mudah dibasahi dan didispersikan, surfaktan dapat digunakan untuk menjamin pembahasan zat padat hidrofobik dengan seragam. Metode pengendapan terbagi atas beberapa jenis antara lain:
û  Pengendapan pelarut organik
Obat-obat yang tidak larut dalam air dapat diendapkan dengan melarutkan dalam pelarut-pelarut organik yang bercampur dengan air, kemudian menambah fase organik ke air murni dibawah kondisi standar.


û  Pengendapan yang dipengaruhi oleh pil medium
Metode ini bisa jadi lebih membentu dan tidakmenimbulkan kesulitan yang serupa dengan endapan pelarut organik. Tetapi tehnik ini hanya dapat diterapkan pada obat-oabt yang kelarutannya tergantung terhadap harga ph.
û  Penguraian rangkap
Pembuatan suspensi dengan penguraian ganda hanya melibatkan proses kimia yang sederhana.
Syarat-syarat suspensi yang baik anatara lain zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap, jika dikocok harus segera terdispersi kembali, dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi, kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang, serta karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
Karakteristik suspensi yang ideal antara lain partikel yang terdispersi harus mempunyai ukuran yang sama sehingga tidak cepat mengendap dibawah, endapan yang terjadi tidak membentuk cake yang keras, mudah didispersikan kembali sehingga memudahkan penggunaan pada pasien, produk harus mudah dituang, nyaman digunakan dan tahan terhadap serangan mikroba.
Stabilitas suspensi adalah keadaan suspensi dimana mencegah terjadinya pengumpalan suspensi. Jika pada suspensi, dimana proses sedimentasi tidak dapat dicegah, maka dipilih suatu bahan pendispersi dengan sifat rheologis tertentu, yang tidak memungkinkan turunnya setiap partikel terdispersi. Artinya diupayakan agar proses sedimentasi ataupun proses lain yang dapat mempengaruhi homogenitas sediaan, seperti aglomerasi, flotasi dan flokulasi, dapat dihambat. Hal itu dapat diatasi dengan penambahan stabilisator, yang mempertinggi viskositas sediaan. Akan tetapi daya alir suspensi (terutama pada suspensi per oral) tetap dipertahankan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi antara lain:
û  Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
û  Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
û  Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
û  Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending  agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
Seperti sediaan yang lainnya, suspensi juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari suspensi antara lain:
û  Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
û  Memiliki homogenitas tinggi.
û  Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat).
û  Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit dari obat.
û  Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Sedangkan kekurangan dari suspensi antara lain:
û  Memiliki kestabilan yang rendah (pertumbuhan kristal (jika jenuh), degradasi, dll).
û  Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya akan menurun.
û  Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang.
û  Ketetapan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
û  Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
û  Sediaan suspensi harus cocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.
Untuk pengemasan dan penyimpanan suspensi, semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang memadai diatas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebih, dan cahaya. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan tepat dan seragam.

Rabu, 01 Februari 2012

Disolusi

PENGERTIAN DISOLUSI
            Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses. Disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi kerakteristik disolusi obat dari sediaan.

KECEPATAN PELARUTAN
            Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larutan bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel sebagai hasil pecahannya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan medium. Dalam hal tablet biasanya diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet kedalam medium penerima.

TEORI DISOLUSI
            Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi, kadang-kadang digunakan salah satu model atau gabungan dari beberapa model antara lain adalah:
    Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)
Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat terdapat satu lapisan tipis cairan dengan ketebalan ℓ, merupakan komponen kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada permukaan padat – cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar muka liquid film – bulk film, pencampuran secara cepat akan terjadi dan gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul dalam liquid film.
    Model Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier Model)
Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan padatan – larutan, dan hal ini harus dijadikan pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat – cair sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis (stagnant).
    Model Dankwert (Dankwert Model)
Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka – cair karena terjadi pusaran difusi secara acak. Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan. Selama berada pada antar muka, paket mampu mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan kemudian digantikan oleh paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi pada permukaan padat terjadi segera, prosex pembaharuan permukaan tersebut terkait dengan kecepatan transpor solut ataudengan kata lain disolusi.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISOLUSI
            Kecepatan disolusi suatu zat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah:
     Suhu
Semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien zat tersebut.
     Viskositas
Turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar kelarutan suatu zat.
     PH
pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa.
     Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat.
     Polimorfisme dan Sifat Permukaan Zat
Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut.
            Selain faktor-faktor tersebut adan juga faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi obat secara in vitro antara lain adalah:
     Sifat Fisika Kimia Obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk Kristal.
     Faktor Formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.
     Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

METODE PENGUJIAN DISOLUSI
            Untuk mengetahui kecepatan pelarutan suatu zat atau sediaan dapat dilakukan uji disolusi dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
     Metode Klasik
Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan metode ini hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tidak diketahui. Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.
     Metode Khan
Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE)area di bawah kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan. Dirumuskan dengan persamaan sebagi berikut :
DE = 0t ∫Y dt x 100%
               Y100.t
Beberapa peneliti mensyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat yang terlarut. Keuntungan metode ini adalah :
¤    Dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan harga DE
¤    Dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara penggambaran pecobaan in vivo
     Metode Wagner
Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan pelarutan (k) dengan berdasarkan pada asumsi bahwa kondisi percobaan dalam keadaan sink, proses pelarutan mengikuti orde satu, luas permukaan spesifik turun secara eksponensial terhadap waktu.
Metode Wagner dapat diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut
ln 100 ( W~ - W ) = A – ( k.t )
     Jumlah zat aktif yang melarut pada waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam waktu 30 menit zat aktif yang melarut sebanyak x mg atau x mg/ml.

ALAT UJI DISOLUSI
Pengujian disolusi hampir di semua negara telah mengikuti kriteria dan peralatan yang sama. Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing-masing Farmakope, seperti kecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran mesh dapat bervariasi untuk monografi individu obat dan masing-masing Farmakope.
Cara pertama yang diuraikan dalam Farmakope Indonesia adalah cara keranjang yang menggunakan pengaduk jenis keranjang dan cara yang kedua adalah cara dayung yang menggunakan pengaduk berbentuk dayung. Dalam Farmakope Indonesia kedua cara ini dikenal dengan cara keranjang dan dayung.

TEKNIK MENINGKATKAN KECEPATAN DISOLUSI
Peningkatan bioavailabilitas suatu zat aktif dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan peningkatan disolusi/kelarutan zat aktif. Terdapat bermacam-macam teknik untuk peningkatan kelarutan. Pemilihan tehnik yang tepat harus mempertimbangkan banyak faktor seperti sifat fisika-kimia bahan obat/zat aktif, stabilitas / shelf – life, kemudahan dalam pemprosesan/penanganan, serta besarnya kelarutan yang diinginkankan. sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan Kecepatan disolusi/kelarutan dari suatu obat, diantaranya:
     Pendekatan Pro-drug (Pro-drug approach)
     Sintesis bentuk garam (Salt synthesis)
     Pengecilan ukuran partikel (Particle size reduction)
     Pembentukan komplek (Complexation)
     Perubahan bentuk fisik (Change in physical form)
      Dispersi padat (Solid dispersions)
     Pengeringan semprot (Spray dryng)
      Hot-melt extrusion